“Seperti bunga yang layu terbuang..namun kau pasti tahu,,,semua karena aku masih lagi setia pada mu…biar ku menangis,,seumpama pengemis”…”goyang sitik josss!!!”. Dentuman lagu bernuansa dangdut koplo itu terdengar kencang dari speaker aktif milik parjo di dalam ruangan berukuran tiga kali tiga yang pengap, kotor dan tertutup rapat tanpa celah. Hanya segumpalan asap rokok yang meliuk-liuk di dalamnya. Seteguk kopi hangat temani warnai pagi seolah tak terhiraukan pelik yang terjadi di luar sana. Awan hitam menggelantung di atas kota jogja. Hujan debu berwarna abu-abu itu terus menghujam paru-paru para penghuni kota yang semakin hari semakin individualis, rakus dan kehilangan esensi kemanusiaannya. Rutinitas itu kini terhenti begitu saja pada sebuah fase kegetiran. Tak ada lagi tegukan beer di siang bolong, tak ada lagi tawuran pelajar selepas pukul satu siang, tak ada lagi private party di tengah lautan pesta para durjana. Parjo masih asik dengan lagu dangdut koplo nya.sambil sesekali me...